Disharmonis Tidak Bisa Jadi Alasan PHK: Negara Wajib Menjamin Hak Bekerja FSPMI Tegaskan Supremasi Hukum Ketenagakerjaan dalam Seminar Nasional

Jakarta, 2 Desember — Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kembali menegaskan bahwa alasan “disharmonis” dalam hubungan kerja tidak dapat dijadikan dasar pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam bentuk apa pun. Hal ini mengemuka dalam Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis, Ancaman Kaum Buruh” yang digelar pada Selasa (2/12).

Seminar dihadiri para narasumber dari unsur kehakiman dan pemerintah, yaitu:

Sugiyanto, Hakim Mahkamah Agung

Sugeng Prayitno, Hakim PHI Bandung

Indra, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan

Dalam pemaparannya, FSPMI menekankan bahwa hak bekerja adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Karena itu, PHK hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang secara tegas diatur dalam undang-undang, bukan berdasarkan persepsi subjektif atau alasan yang tidak memiliki dasar hukum.

Penegasan ini sejalan dengan Surat Dirjen PHI dan Jamsostek Kemenakertrans Nomor B.340/PHIJSK/VI/2012 yang menyatakan bahwa PHK tidak dapat dilakukan berdasarkan peraturan di bawah undang-undang, apalagi alasan yang tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

FSPMI menyebut penggunaan alasan “disharmonis” sebagai bentuk penyimpangan hukum. Ketidakharmonisan dinilai merupakan dinamika yang lazim dalam hubungan kerja dan tidak pernah diatur sebagai alasan sah untuk mengakhiri hubungan kerja baik dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja.

PHK hanya sah apabila melalui putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Karena itu, PHK sepihak dengan dalih disharmonis dipandang sebagai tindakan yang melanggar konstitusi, kepastian hukum, dan prinsip demokrasi di tempat kerja.

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Indra, menegaskan bahwa perjuangan pekerja adalah bagian dari upaya konstitusional untuk menegakkan keadilan di tempat kerja.

“Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 telah menjamin hak warga negara untuk bekerja dan mendapatkan perlakuan yang adil dan layak. Aktivis buruh yang memperjuangkan keadilan berarti menegakkan konstitusi. Karena itu, alasan disharmonis tidak memiliki dasar hukum untuk dijadikan alasan PHK,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa ukuran keadilan tidak boleh didasarkan pada kepentingan salah satu pihak, melainkan harus mengikuti regulasi dan tata nilai hukum yang berlaku.

Hakim MA Dr. Sugiyanto menjelaskan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha harus dijaga melalui perjanjian kerja bersama (PKB) yang jelas, sistematis, dan lengkap untuk mencegah terjadinya multitafsir hukum.

Ia juga menyoroti pentingnya penyelesaian melalui mekanisme hubungan industrial sesuai ketentuan undang-undang agar tidak menimbulkan benturan berkepanjangan di tempat kerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *